Email: amri el wahab
Pada suatu hari, Abu Dzar al-Ghifari meminta kepada Rasulullah SAW agar memberi dia satu jawatan . Tapi, Nabi SAW menolaknya.Sambil menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu, kepadanya Nabi SAW berkata, ''Tidak, Abu Dzar, engkau orang lemah. Ketahuilah, jawatan itu amanah. Ia kelak di hari kiamat merupakan kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkannya dengan benar dan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan benar pula.'' (HR Bukhari).
Imam Nawawi menyebut hadis di atas merupakan pedoman dasar dalam berpolitik. Politik boleh menjadi sumber bala bagi orang yang tidak mampu dan tidak bertanggung jawab.Sebaliknya, kata Imam Nawawi lagi, politik dapat pula menjadi ladang pengabdian dan amal saleh yang subur bagi orang yang mampu dan bertanggung jawab. Politik (kekuasaan) bukan sesuatu yang buruk. Ia ibarat pisau bermata dua.Boleh jadi baik dan boleh jadi buruk.
Ia boleh menjadi baik jika tiga syarat ini ada, saperti disebut dalam hadis di atas, yaitu berada di tangan orang yang baik dan berkebolehan, diperolehi dengan cara yang adil dan benar, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Sayangnya, dalam percaturan politik, orang kerap hanya bicara satu hal, yaitu bagaimana merebut kekuasaan dan mendapat kuasa, bukan bagaimana mempergunakan kekuasaan itu serta mempertanggungjawab kannya kepada rakyat, dan terlebih lagi kepada Tuhan, Allah SWT. Diakui, kuasa memang sangat sangat di idamkan oleh semua orang, terutama orang politik dan parti parti politik. Sebab, dengan kuasa, orang membayangkan dapat mencapai semua impian dan keinginannya. Imam Ghazali berkata, dibandingkan harta, kuasa dan tahta jauh lebih menggoda.
(Di sunting dari: http://www.republik a.co.id/berita/ 60445/Syahwat_ Politik)